Farhansyaddad weblog

Untuk Hari Esok Yang Lebih Baik

Larangan Berhubungan Dengan Jin

Posted by abifasya pada 13 Oktober 2009


setan_belenggu3Hari ini pukul 15.45 tadi aku mulai masuk di kelas Manajemen dan Akuntansi sore, materi yang aku sampaikan adalah tentang Manusia dan Alam semesta dalam padangan Islam. Saat aku menjelaskan tentang Alam sampailah pembahasanku pada pembagian alam menjadi alam fisika dan alam metafisika. Tidak banyak yang aku jelaskan tentang alam metafisika, karena saat itu menurutku hal itu bukan hal yang essensial yang harus aku sampaikan kepada Mahasiswa. Karena yang paling penting harus aku sampaikan adalah tentang alam/makhluk fisika (nyata).

Sebelum perkuliahan berakhir ternyata ada mahasiswa yang bertanya tentang hukum berhungan dengan jin, untung aku pernah meng-copy (menyalin) sebuah artikel dari http://www. dakwatuna.com yang berjudul LARANGAN BERHUBUNGAN DENGAN JIN dan untuk mempersingkat waktu kubuka saja hasil kopian tersebut dan dibacakan kepada mahasiswa serta ditampilkan dalam LCD projektor  sehingga mahasiswa bisa lebih puas dengan jawaban yang aku berikan.

Untuk sekedar memperluas informasi tentang Larangan berhubungan dengan Jin tidak ada salahnya kalau saya tulis ulang apa yang pernah saya copy dari daktuna.com, berikut tulisan lengkapnya :

Larangan Berhubungan dengan Jin

Oleh: Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah

dakwatuna.com – Jin adalah salah satu makhluk ghaib yang telah diciptakan Allah swt untuk beribadah kepada-Nya.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-dzariyat: 56).

Sebagaimana malaikat, kita tidak dapat mengetahui informasi tentang jin serta alam ghaib lainnya kecuali melalui khabar shadiq (riwayat & informasi yang shahih) dari Rasulullah saw baik melalui Al-Quran maupun Hadits beliau yang shahih. Alasan nya adalah karena kita tidak dapat berhubungan secara fisik dengan alam ghaib dengan hubungan yang melahirkan informasi yang meyakinkan atau pasti.

Katakanlah: “tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila (kapan) mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65)

Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (Al-Jin: 26-28).

Manusia diperintahkan oleh Allah swt untuk melakukan muamalah (pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan sosial adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat berlangsung dan terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat mendengarkan pembicaraan saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya, berjabatan tangan dengannya, melihatnya gembira sehingga dapat merasakan kegembiraan nya, dan melihatnya bersedih sehingga bisa merasakan kesedihannya.

Allah swt mengetahui fitrah manusia yang cenderung dan merasa tenteram bila bergaul dengan sesama manusia, oleh karena itu, Dia tidak pernah menganjurkan manusia untuk menjalin hubungan dengan makhluk ghaib yang asing bagi manusia. Bahkan Allah swt tidak memerintahkan kita untuk berkomunikasi dengan malaikat sekalipun, padahal semua malaikat adalah makhluk Allah yang taat kepada-Nya. Para nabi dan rasul alahimussalam pun hanya berhubungan dengan malaikat karena perintah Allah swt dalam rangka menerima wahyu, dan amat berat bagi mereka jika malaikat menampakkan wujudnya yang asli di hadapan mereka. Oleh karena itu tidak jarang para malaikat menemui Rasulullah saw dalam wujud manusia sempurna agar lebih mudah bagi Rasulullah saw untuk menerima wahyu.

Tentang ketenteraman hati manusia berhubungan dengan sesama manusia Allah swt berfirman:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Rum: 21).

Makna “dari jenismu sendiri’ adalah dari sesama manusia, bukan jin atau malaikat, atau makhluk lain yang bukan manusia. Karena hubungan dengan makhluk lain, apalagi dalam bentuk pernikahan, tidak akan melahirkan ketenteraman, padahal ketenteraman adalah tujuan utama menjalin hubungan.

Beberapa Informasi tentang  Jin dari Al-Quran & Hadits

a. Jin diciptakan dari api dan diciptakan sebelum manusia

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelumnya dari api yang sangat panas. (Al-Hijr: 26-27).

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ. رواه مسلم

malaikat telah diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari tanah (yang telah dijelaskan kepada kalian). (Muslim)

Perbedaan asal penciptaan ini menyebabkan manusia tidak dapat berhubungan dengan jin, sebagaimana manusia tidak bisa berhubungan dengan malaikat kecuali jika jin atau malaikat menghendakinya. Apabila manusia meminta jin agar bersedia berhubungan dengannya, maka pasti jin tersebut akan mengajukan syarat-syarat tertentu yang berpotensi menyesatkan manusia dari jalan Allah swt.

b.  Jin adalah makhluk yang berkembang biak dan berketurunan

Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zhalim. (Al-Kahfi: 50).

Al-Quran juga menyebutkan bahwa di antara bangsa jin ada kaum laki-laki nya (rijal) sehingga para ulama menyimpulkan berarti ada kaum perempuannya (karena tidak dapat dikatakan laki-laki kalau tidak ada perempuan). Dengan demikian berarti mereka berkembang biak.

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6).

c. Jin dapat melihat manusia sedangkan manusia tidak dapat melihat jin

Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-A’raf: 27).

Hal ini membuat kita tidak dapat berhubungan dengan mereka secara wajar sebagaimana hubungan sesama manusia. Kalau pun terjadi hubungan, maka kita berada pada posisi yang lemah, karena kita tidak dapat melihat mereka dan mereka bisa melihat kita.

d. Bahwa di antara bangsa jin ada yang beriman dan ada pula yang kafir, karena mereka diberikan iradah (kehendak) dan hak memilih seperti manusia.

Dan sesungguhnya di antara kami ada jin yang taat dan ada (pula) jin yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun jin yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahanam. (Al-Jin (72): 14-15).

Meskipun ada yang muslim, tapi karena jin makhluk ghaib, maka tidak mungkin muncul ketenteraman hati dan kepercayaan penuh bagi kita terhadap keislaman mereka, apakah benar jin yang mengaku muslim jujur dengan pengakuannya atau dusta?! Kalau benar, apakah mereka muslim yang baik atau bukan?! Bahkan kita harus waspada dengan tipu daya mereka.

Berhubungan dengan jin adalah salah satu pintu kerusakan dan berpotensi mendatangkan bahaya besar bagi pelakunya. Potensi bahaya ini dapat kita pahami dari hadits Qudsi di mana Rasulullah saw menyampaikan pesan Allah swt:

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا. رواه مسلم

Dan sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku semua dalam keadaan hanif (lurus), dan sungguh mereka lalu didatangi oleh setan-setan yang menjauhkan mereka dari agama mereka, mengharamkan apa yang telah Aku halalkan, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku dengan hal-hal yang tidak pernah Aku wahyukan kepada mereka sedikit pun. (Muslim)

Dalil lain tentang larangan berhubungan dengan jin adalah:

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6).

Imam At-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan: “Ada penduduk kampung dari bangsa Arab yang menuruni lembah dan menambah dosa mereka dengan meminta perlindungan kepada jin penghuni lembah tersebut, lalu jin itu bertambah berani mengganggu mereka.

Tujuan seorang muslim melakukan hubungan sosial adalah dalam rangka beribadah kepada Allah swt dan berusaha meningkatkannya atau untuk menghindarkan dirinya dari segala hal yang dapat merusak ibadahnya kepada Allah. Melakukan hubungan dengan jin berpotensi merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa sangat mungkin memperdaya kita agar bermaksiat kepada Allah swt.

Bagaimana berhubungan dengan jin yang mengaku muslim? Kita tetap tidak dapat memastikan kebenaran pengakuannya karena kita tidak dapat melihat apalagi menyelidiki nya. Bila jin tersebut muslim sekalipun, bukan menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat kepada Allah.

Di samping itu, tidak ada manusia yang dapat menundukkan jin sepenuhnya (taat sepenuhnya tanpa syarat) selain Nabi Sulaiman as dengan doanya:

Sulaiman berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”. (Shad (38): 35).

Maka berhubungan dengan jin tidak mungkin dilakukan kecuali apabila jin itu menghendakinya, dan sering kali ia baru bersedia apabila manusia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini dapat dipastikan secara bertahap akan menggiring manusia jatuh kepada kemaksiatan, bahkan mungkin kemusyrikan dan kekufuran yang mengeluarkannya dari ajaran Islam. Na’udzu billah.

Wallahu a’lam.

Referensi:

1.    Silsilah Aqidah oleh Umar Sulaiman Al Asyqar
2.    Al ‘Aqaid Al-Islamiyah oleh Abdurrahman Hasan Habannakah
3.    Tafsir At-Thabari.

Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan mengembalikn kita ke jalan yang benar, sehingga kita semua bisa terhindar dari kemusyrikan.

Ingat jangan sekali-kali memohon pertolongan kepada selain Allah, karena semua itu hanya akan mencelakakan kita, naudzubillah.

37 Tanggapan to “Larangan Berhubungan Dengan Jin”

  1. asepharuman said

    Trims atas infonya

    Suka

  2. isnuansa said

    Saya memilih untuk berhubungan dengan laki-laki ganteng aja deh, daripada sama Jin, takuuutttttttt….

    Suka

  3. isnuansa said

    Mampir sebentar aja ya Pak, boleh kan?

    Suka

  4. KangBoed said

    Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang
    ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaank
    I Love U fuuulllllllllllllllllllllllllllll

    Suka

  5. Abula said

    duh.. sararieun teuing nya berhubungan dgn jin …

    Suka

  6. Mantab, Abi Fasya!! Banyak yang berdalih ‘kalo jinnya muslim, gak apa2’. Padahal jin kan tukang boong. hehe…

    Suka

  7. oRiDo™ said

    apa untung nya berhubungan dengan jin??
    apalagi pake syarat maksiat segala..
    sarekeun weh nyak kang…
    hehehe..

    Suka

  8. “DILARANG BERHUBUNGAN DENGAN JIN”

    Abdimah cekap “berhubungan” teh sareng istri nu sah wae 😆 ..
    upami berhubungan sareng jin .. sieun lahir “anak jin” 😉

    Suka

  9. indo hijau said

    Benar kang, sekalipun Jin memang diciptakan sebaiknya jangan pernah deh berhubungan dengan yang namanya Jin, tetapi godaan untuk mendapatkan sesuatu secara instan sering membuat manusia gelap mata dan akhirnya berhubungan dengan Jin.

    Suka

  10. aldy said

    Nah ini dia kang, gimana mau berhubungan dengan jin lha wong caranya aja nggak tahu ? 😆
    tentu nggak boleh dong, masak manusia berhubungan dengan jin ? tapi banyak juga manusia yang lebih jelek dari jin.

    Suka

    • abifasya said

      Syukurlah kalo emang gak tahu, tapi jangan coba-coba cari tahu yah. Gak ada untungnya berhubungan dengan juin mah.
      Tapi klo mau beli juin mah ke cihamplas bandung aja. disana banyak macam nya tanya aja kan dedekusn kalo gak caya mah.
      salam

      Suka

  11. ABDUL AZIZ said

    Menarik sekali Pak, sayang tidak ada komentar dari penggemar jin. Di kita kan banyak yang sangat akrab dengan jin. Malah konon banyak yang bisa memperalatnya untuk tujuan tertentu.
    Terima kasih.
    Salam

    Suka

  12. Mungkin Akang pernah pengalaman berhubungan dgn jin, makanya ngasih tahu kepada yg lain. Untung keburu sadar dan kembali kepada jalan yang benar, sehingga Akang bisa terhindar dari kemusyrikan. Maka dari itu harus selalu ingat Kang, jangan sekali-kali memohon pertolongan kepada selain Allah, karena semua itu hanya akan mencelakakan Akang, naudzubillah… :mrgreen:

    Wassalam…

    Suka

    • abifasya said

      ehh… boga dulur teh aya ku cerdas. bet jiga dukun nya ? hehehehehehehe bisa neguh kalakuan akang jaman jahiliyah …. hahahahahah 😆 😆 😆

      Suka

      • Ah Akang mah nyangki ka abdi teh dukun, itu mah hanya kemungkinan sajah… 😆

        Tapi upami ningal photona mah nuju nganggo jaket kulit, kaca mata riben, kumis sareng jenggot mani baplang, dupina Akang tilas jawara nya nuju jaman jahiliyahna. Jero tapak genteng kadek, sima aing sima maung, aing diudag kumaung ngabeciiiir… :mrgreen:

        Suka

  13. nauzubillah, memang masih ada yg hari gini berhubungan dgn jin ?
    kasihan sekali ya, masak menduakan Allah swt dgn makhluk ciptaanNYA sendiri,
    semoga kita dijauhkan dr hal2 yg seperti ini, amin.
    salam.

    Suka

  14. ejajufri said

    Maksudnya “berhubungan” tuh apa ya? Hubungan suami istri atau muamalah? 😀

    Kalo saya ngeliat dalil larangan itu bukan karena “jin”nya tapi karena meminta perlindungan kepada jin..

    Jadi kalo bisa ngobrol sama jin, ya saya mau aja. Lumayan nambah temen 😆

    Eits, sebentar: Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis..

    Tuhan memerintah malaikat, tapi iblis nolak. Wajar kan?
    Atau jangan-jangan Iblis itu golongan malaikat? 😯

    Suka

  15. Hary4n4 said

    Apa to sebenernya perbedaan antara jin, setan, iblis, dan malaikat….? Apa bener, kalo Tuhan itu bisa disekutukan….? Bukankah Dia itu Maha Esa, Satu AdaNya….? Jika memang kita tak bisa tau soal jin dll, bagaimana bisa, kita mengatakan ini dan itu soal jin….? Wah, lha kok malah bikin kepala mumet to….. Maaf yaa, sekedar keluarin isi yg menggumpal di kepala….hehehe
    Salam kenal…. Salam hangat dan damai selalu….

    Suka

  16. Fauzan said

    Sumber:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/44297

    Re: Tanya : Melawan sihir/santet

    SubhanAllah.
    Maksudnya akh Hidayat tentu baik, untuk mengingatkan sesama muslim,
    ada poin nasihat yang baik juga di dalamnya, akan tetapi caranya saya
    lihat terlalu menyakitkan.

    Hati-hatilah, jangan gegabah mengatakan kepada sesama muslim “antum
    sudah terjatuh dalam kesyirikan”. Ini adalah perkara yang sangat
    besar, apalagi bila ternyata perkataan itu tidak benar.
    Bagaimana bila diri antum dituding seperti itu, apakah antum rela?
    Bagaimana jika penanya yang dituding lantas mengadukan antum kepada
    Allah. SubhanAllah, marilah kita berhati-hati.

    Soal bermuamalah dengan jin, lebih baik kita belajar dari para ulama
    yang lebih mengerti tentang Qur’an dan hadits daripada kita. Benarkah
    orang yang bermuamalah dengan jin itu otomatis jatuh ke dalam
    kesyirikan? Minta tolong yang bagaimana yang membuat pelakunya syirik?

    Saya kutipkan tulisan Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah
    dari majalah asy-Syariah, semoga bermanfaat.

    Qonita

    ==========
    Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menjelaskan:
    “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa meminta bantuan
    kepada jin ada tiga bentuk:

    Pertama:
    Meminta bantuan dalam perkara ketaatan kepada Allah Subhanahu
    wa Ta’ala, seperti menjadi pengganti di dalam menyampaikan ajaran
    agama. Contohnya, apabila seseorang memiliki teman jin yang beriman
    dan jin tersebut menimba ilmu darinya. Maksudnya, jin tersebut menimba
    ilmu dari kalangan manusia, kemudian setelah itu menjadikan jin
    tersebut sebagai da’i untuk menyampaikan syariat kepada kaumnya atau
    menjadikan dia pembantu di dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa
    Ta’ala, maka hal ini tidak mengapa.
    Bahkan terkadang menjadi sesuatu yang terpuji dan termasuk dakwah
    kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana telah terjadi bahwa
    sekumpulan jin menghadiri majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
    sallam dan dibacakan kepada mereka Al-Qur`an. Selanjutnya, mereka
    kembali kepada kaumnya sebagai pemberi peringatan. Di kalangan jin
    sendiri terdapat orang-orang yang shalih, ahli ibadah, zuhud dan ada
    pula ulama, karena orang yang akan memberikan peringatan semestinya
    mengetahui tentang apa yang dibawanya, dan dia adalah seseorang yang
    taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam memberikan peringatan
    tersebut.

    Kedua:
    Meminta bantuan kepada mereka dalam perkara yang diperbolehkan.
    Hal ini diperbolehkan, dengan syarat wasilah (perantara) untuk
    mendapatkan bantuan jin tersebut adalah sesuatu yang boleh dan bukan
    perkara yang haram. (Perantara yang tidak diperbolehkan) seperti
    bilamana jin itu tidak mau memberikan bantuan melainkan dengan
    (mendekatkan diri kepadanya dengan) menyembelih, sujud, atau selainnya.
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan sebuah riwayat bahwa `Umar
    radhiallahu ‘anhu terlambat datang dalam sebuah perjalanan hingga
    mengganggu pikiran Abu Musa radhiallahu ‘anhu. Kemudian mereka berkata
    kepada Abu Musa radhiallahu ‘anhu: “Sesungguhnya di antara penduduk
    negeri itu ada seorang wanita yang memiliki teman dari kalangan jin.
    Bagaimana jika wanita itu diperintahkan agar mengutus temannya untuk
    mencari kabar di mana posisi `Umar radhiallahu ‘anhu?” Lalu dia
    melakukannya, kemudian jin itu kembali dan mengatakan: “Amirul
    Mukminin tidak apa-apa dan dia sedang memberikan tanda bagi unta
    shadaqah di tempat orang itu.” Inilah bentuk meminta pertolongan
    kepada mereka dalam perkara yang diperbolehkan.

    Ketiga: Meminta bantuan kepada mereka dalam perkara yang diharamkan
    seperti mengambil harta orang lain, menakut-nakuti mereka atau
    semisalnya. Maka hal ini adalah sangat diharamkan di dalam agama.
    Kemudian bila caranya itu adalah syirik maka meminta tolong kepada
    mereka adalah syirik dan bila wasilah itu tidak syirik, maka akan
    menjadi sesuatu yang bermaksiat. Seperti bila ada jin yang fasik
    berteman dengan manusia yang fasik, lalu manusia yang fasik itu
    meminta bantuan kepada jin tersebut dalam perkara dosa dan maksiat.
    Maka meminta bantuan yang seperti ini hukumnya maksiat dan tidak
    sampai ke batas syirik. (Al-Qaulul Mufid hal. 276-277, Fatawa `Aqidah
    Wa Arkanul Islam hal. 212, dan Majmu’ Fatawa 11/169)

    Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu mengatakan: “Adapun masalah tolong
    menolong dengan jin, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan di
    dalam firman-Nya:

    وَتَعَاوَنُ&#1\
    608;ا عَلَى
    الْبِرِّ
    وَالتَّقْوَ&#1\
    609; وَلاَ
    تَعَاوَنُوا
    عَلَى
    اْلإِثْمِ
    وَالْعُدْوَ&#1\
    575;نِ

    “Dan tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan ketakwaan dan
    jangan kalian saling tolong menolong di dalam perbuatan dosa dan
    maksiat.” (Al-Ma`idah: 2)
    Boleh ber-ta’awun (kerja sama) dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang
    harus kamu ketahui dulu tentang mereka, bahwa dia bukanlah setan yang
    secara perlahan membantumu namun kemudian menjatuhkan dirimu dalam
    perbuatan maksiat dan menyelisihi agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan
    telah didapati, bukan hanya satu orang dari kalangan ulama yang
    dibantu oleh jin.” (Tuhfatul Mujib, hal. 371)

    Al-Lajnah Ad-Da`imah (Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)
    menjelaskan: “Meminta bantuan kepada jin dan menjadikan mereka tempat
    bergantung dalam menunaikan segala kebutuhan, seperti mengirimkan
    bencana kepada seseorang atau memberikan manfaat, termasuk kesyirikan
    kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan termasuk bersenang-senang dengan
    mereka. Dengan terkabulkannya permintaan dan tertunaikannya segala
    hajat, termasuk dari katagori istimta’ (bersenang-senang) dengan
    mereka. Perbuatan ini terjadi dengan cara mengagungkan mereka,
    berlindung kepada mereka, dan kemudian meminta bantuan agar bisa
    tertunaikan segala yang dibutuhkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
    berfirman:

    وَيَوْمَ
    يَحْشُرُهُم&#1\
    618; جَمِيْعًا
    يَا مَعْشَرَ
    الْجِنِّ
    قَدِ
    اسْتَكْثَرْ&#1\
    578;ُمْ مِنَ
    اْلإِنْسِ
    وَقَالَ
    أَوْلِيَاؤُ&#1\
    607;ُمْ مِنَ
    اْلإِنْسِ
    رَبَّنَا
    اسْتَمْتَعَ
    بَعْضُنَا
    بِبَعْضٍ
    وَبَلَغْنَا
    أَجَلَنَا
    الَّذِي
    أَجَّلْتَ
    لَنَا

    “Dan ingatlah hari di mana Allah menghimpun mereka semuanya dan Allah
    berfirman: `Wahai segolongan jin (setan), sesungguhnya kamu telah
    banyak menyesatkan manusia.’ Kemudian berkatalah kawan-kawan mereka
    dari kalangan manusia: `Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari
    kami telah mendapatkan kesenangan dari sebahagian yang lain dan kami
    telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami’.”
    (Al-An’am: 128)

    وَأَنَّهُ
    كَانَ
    رِجَالٌ مِنَ
    اْلإِنْسِ
    يَعُوْذُوْن&#1\
    614; بِرِجَالٍ
    مِنَ
    الْجِنِّ
    فَزَادُوْهُ&#1\
    605;ْ رَهَقًا

    “Dan bahwasanya ada beberapa orang dari laki-laki di antara manusia
    meminta perlindungan kepada laki-laki di antara jin kemudian jin-jin
    itu menambah kepada mereka rasa takut.” (Al-Jin: 6)
    Meminta bantuan jin untuk mencelakai seseorang atau agar melindunginya
    dari kejahatan orang-orang yang jahat, hal ini termasuk dari
    kesyirikan. Barangsiapa demikian keadaannya, niscaya tidak akan
    diterima shalat dan puasanya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa
    Ta’ala:

    لَئِنْ
    أَشْرَكْتَ
    لَيَحْبَطَن&#1\
    617;َ عَمَلُكَ

    “Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya amalmu akan terhapus.”
    (Az-Zumar: 65)
    Barangsiapa diketahui melakukan demikian, maka tidak dishalatkan
    jenazahnya, tidak diringi jenazahnya, dan tidak dikuburkan di
    pekuburan orang-orang Islam.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 1/162-163)

    ================

    Suka

Tinggalkan komentar