Farhansyaddad weblog

Untuk Hari Esok Yang Lebih Baik

Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural

Posted by abifasya pada 3 Agustus 2009


Sejak Tanggal 31 Juli s.d 02 Agustus 2009 saya mengikuti pelatihan “Pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural di Hotel Linga Bandung.  Melihat Jadwal Pelatihan yang diberikan Panitia nampaknya akan kerinduan yang terobati untuk bertemu dosen idolaku, saat aku berkuliah di IAIN Bandung Yaitu Prof. A. Tafsir. Dan ternyata beliau adalah sebagai  pembicara pertama dalam pelatihan ini.

Ada catatan kecil yang ingin saya bagi dengan seluruh sahabat saya di dunia maya sebagai oleh yang ingin saya persembahkan dan mudah-mudahan ada manfaatnya.
Seperti biasa Prof. Tafsir selalu membuka pembicaraan dengan kata-kata yang sangat filosofis, dan untuk mengantarkan pembicaraan tentang Kurikulum Pendidikan Agama islam berwawasan Multikultural beliau mengatakan: “Kehidupan akan berjalan dengan baik bila ada strife and love“.
Selain itu beliaupun mengatakan :”Janganlah engkau berjuang untuk satu faham”. Sebab bila itu terjadi yang ada adalah kemunduran/ kehancuran bahkan ketiadaan. Contoh, sebagai seorang guru PAI bila anda seorang Muhammadiyah janganlah hanya mengenalkan/ memperjuangkan faham Muhammadiyah. Jangan anda berharap kalau murid anda itu semuanya menjadi Muhammadiyah, sebab jika murid anda sudah menjadi Muhammadiyah, maka Muhammadiyah pun tidak akan ada lagi. Karena Saat semua Murid anda Muhammadiyah semua,  “strife”/ berbantah mungkin tidak akan ada lagi. Maka

“Janganlah anda menghendaki semuanya sama, karena sama dengan anda menghendaki semuanya tidak ada”.

Demikian pembuka kata sang professor sebelum menyampaikan makalahnya seputar pendidikan berwawasan multikultural.
Bila Kita memperhatikan lingkungan di sekitar kita, sebenarnya pendidikan wabilkhusus pendidikan Agama Islam harus diarahkan untuk menghasilkan lulusan multikulturis mengingat kondisi masyarakat kita tidaklah pernah hidup dalam masyarakat yang berkultur tunggal.
Ketika multikultur tidak hanya diartikan sebagai beraneka ragam budaya, tetapi juga diartikan sebagai beraneka ragam agama, pola fikir, juga beraneka ragam pandangan mazhab agama maka sebagai guru PAI harus bisa menyampaikan pesan ilahiyah kepada para peserta didik dengan bijak tanpa harus ada satu kelompok mazhabpun yang tersinggung. Tapi harus diingat juga bahwa :

mengajarkan agama dengan memahami multikultur tidak berarti menggiring pada pemahaman bahwa semua agama benar,  semua agama sama, dan semua pemeluk agama yang mentaati ajaran agamanya dengan baik  sama-sama akan memasuki surga.

Sebagai bahan pertimbangan tatkala menyusun kurikulum pendidikan Agama berwawasan multikultural, nampaknya konsep yang ditawarkan Prof. Tafsir bisa diajdikan sebagai sebagai salah satu rujukan. Berikut konsep yang ditawarkan Prof. Tafsir tersebut :

  1. Ajarkan kepada murid-murid bahwa manusia itu beragam, setiap manusia harus terampil hidup bersama dalam kultur yang beragam itu.
  2. Perlu diajarkan agar murid mampu hidup bersama dalam perbedaan, gunakan antara lain surat Ali Imran : 64, Al Hujurat : 13, dan Yusuf:67.
  3. Perlu dididik agar murid memiliki sikap mempercayai orang lain, tidak mencurigai, dan tidak berprasangka buruk. Gunakan antara lain Al Hujurat : 15.
  4. Perlu dididik agar murid itu memiliki sikap menghargai orang lain. Memahami bukan selalu  berarti menyetujui; dipihak lain memahami selalu berarti menghargai. Bisa menggunakan al hujurat : 13.
  5. Didiklah murid agar senang memaafkan orang lain baik diminta ataupun tidak serta mendoakan orang itu agar diberi ampunan oleh Allah. Gunakan antara lain Al Araf : 199, Al An’am : 54, Ali Imran : 134.

Insya Allah Jika Para Guru Pai memahami kultur yang beragam dari anak didiknya dan mengajarkan agama dengan wawasan yang multikultural akan dapat meminimilasir perselisihan antar pengikut NU dengan Muhammadiyah, dengan PERSIS, dengan Al Irsyad dan lain-lain, karena masing-masing kelompok organisasi tersebut sudah terbina sejak mereka duduk di SLTP bahwa kita semua hidup dalam keaneka ramagaman yang harus selalu difahami.

Untuk itu saat kita mengajar mari tengok kiri-kanan, sadari bahwa anak didik kita beraneka ragam, jangan hanya memperjuangkan/memperkenalkan satu mazhab saja. Dan jangan menghendaki semuanya sama karena hal itu berarti kita menghendaki semuanya tiada.
Wallahu ‘Alam
Salaaaaaaaaaaaaam

Intanshurullaha yanshurkum

 

23 Tanggapan to “Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural”

  1. konsep yang ditawarkan Prof. Tafsir memang luar biasa… jika seandainya ini berhasil tentunya pertentangan akan berkurang dan pembangunan akan segera bertumbuh…..trim’s infonya

    Suka

  2. KangBoed said

    Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku tersayang

    Suka

  3. assalamu’alaikum, selamat pagi Mas Abi,
    5 poin diatas benar2 Islami sekali ya mas,
    mengajarkan kita tentang kebesaran Allah swt dgn keanekaragaman bentuk, baik fisik maupun budaya, hal inipun dapat diajarkan pd anak2 dirumah.
    terima kasih telah berbagi ilmu,
    salam.

    Suka

  4. abifasya said

    Aduh…!!!!
    Poho bin Lupa tey di pertamaxxxxxxxx-kan heula, jadi weh ngeyeted.

    Suka

  5. Hah Prof..????
    Siipp….dech, konsepnya keren Pak, memang sich, malahan di SMK saya dahulu, meragukan dech guru PAI saya mengajarkan apah di kelas hohohoho…

    Salam semangat selalu untuk Pak Abiy…

    Suka

  6. Huang said

    “Janganlah anda menghendaki semuanya sama, karena sama dengan anda menghendaki semuanya tidak ada”.

    mungkin sama aja.. untuk menerima diri sendiri dulu ya 🙂

    Suka

  7. Disini perlunya merektualisasi kembali nilai-nilai keabadian sebagai dasar membentuk jiwa pengabdian yang tulus dan tanpa pamrih. Mental pelayanan harus bisa mengalahkan mental untuk minta dilayani. Biarpun sama-sama berasal dari akar kata yang sama, namun kedua kata bentukan baru tsb dalam praktiknya seperti bumi dan langit. Hanya untuk mengubah kata ” dilayani ” menjadi ” Melayani ” dalam praktinya memang tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak semua Guru Agama bisa, kenyataannya kadang hanya menjadi pemanis bibir tetapi belum dapat diaplikasikan. Haturnuhun, tulisanna Kang ABy, Sukses untuk Akang.

    Regards, agnes Sekar

    Suka

  8. Saka said

    wuakakakakkkkkk… yg punya rumah kecolongan pertamax 😆

    infona sangat mendidik dan bermanfaat, bukan hanya bagi para pengajar (guru) tapi juga buat orang yg sudah berkeluarga dan punya anak seperti saya… terima kasih pak guru atas sharingnya…

    Suka

  9. ya saya sepakat, ada hal-hal yang memang perlu disepakati meskipun itu adalah perbedaan. Sepakat untuk tidak saling menyalahkan

    Suka

  10. Assalamu’alaikum,
    Tulisan yang bagus Mas Abi, salam kenal ya, ini kunjungan pertama saya, semoga Mas Abi berkenan kunjungan balasan ke blog saya.
    (Dewi Yana)

    Suka

  11. perigitua said

    haddiirrr… mas abi…

    Hhhmmm, bagus sekali mas, semoga saja itu bisa di terapkan di dunia pendidikan kita. amien..
    cu…

    Suka

  12. Bagus sekali Pak..tapi perasaan aku pernah koment disini tapi kok gak muncul ya???

    Suka

  13. Assalamu’alaikum,
    Terima kasih atas kunjungan baliknya. Silahkan kalau mau nge-link blog saya, blog Mas Abi juga sudah saya link.
    (Dewi Yana)

    Suka

  14. KangBoed said

    SALAM CINTA DAMAI DAN KASIH SAYANG ‘TUK SAHABATKU TERSAYANG

    I LOVE YOU PHUUUUUUUULLLLLLLLLLLLLLLL

    Suka

  15. antokoe™ said

    pendidikan agama islam multikultur sangat pas buat negeri ini, karena negeri ini dibangun atas dasar keragaman..
    salam kenal..

    Suka

  16. Kurotsuchi said

    dan Islam juga mengajarkan bahwa dalam ribuan keberagaman ada hal yang bersifat seragam; semisal bacaan Al-Qur’an yang tetap berdasarkan pada bahasa arab.

    Suka

  17. haniifa said

    Subhanallah
    Katampi pencerahan @Abi…

    Salam hangat selalu, Haniifa.

    Suka

  18. abifasya said

    @haniifa
    Nuhun upami katampi mah, mugia aya manfaatna

    Suka

  19. Amir Luthfi Adnan said

    artikelnya bagus sekali yee….

    Suka

  20. Amir Luthfi Adnan said

    artikelnya bagus sekali yee…. cocok sekali dengan kondisi terkini bangsa Indonesia

    Suka

  21. bagus muhammad said

    knapa sih orang lebih suka dan lebih banyak memilih nikah siri padahal nikah asli lebih simple ….????

    Suka

  22. Agus Rizal said

    Assalamu’alaikum wr wb.ok pendidikan multikultural sebagai jawaban di tengah terjadinga disintegrasi kultur,disintegrasi nasionalisme dan disintegrasi akhlaq,namun yang harus kita ingat sifat tasanuh itu berwawasan rohmatan lil’alamin,dewasa menghadapi dan dis aat berbeda,sehingga tidak ada yang merasa menang benar sendiri,paling tidak kita harus sadar bahwa setiap pemeluk agama merasa benar ajarannya,bagi “MUSLIM ,ISLAM ADALAH SATU-SATUNYA AJARAN YANG BENAR DAN LURUS”.saya pikir yang lain juga berpendapat demikian membela dan mengkoarkan kebenarannya.So, itu pendapat masing-masing tapi ingat jangan memaksakan pendapat tentang kebenaran individu kepada pemeluk agama lain,LAKUM DINUKUM WALIYADIN,bagi yang beda mazhab LANAA A’MAALUNAA WALAKUM A’MAALUKUM,jd tdk ada saling mengKAFIRkan apalagi masalah FIKIH.IKHTILAFUL ‘ULAMA .baik dalam bidang IBADAH,SYIASYAH dlsb.Wassal

    Suka

Tinggalkan komentar