Farhansyaddad weblog

Untuk Hari Esok Yang Lebih Baik

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Posted by abifasya pada 7 Juli 2010


UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(analisis terhadap kebijakan perubahan UUSPN no 2 Tahun 1989 menjadi

UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003)[i]

Oleh : Ahmad Farhan Syaddad

A. Pendahuluan

Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. Dan yang kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua Undang-undang yang mengatur tentang system pendidikan nasional, Indonesia hanya memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-undang Nomor 4 tahun 1950.

Adanya perubahan UUSPN No.2 tahun 1989 menjadai UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dimaksudkan agar system pendidikan nasional kita bisa menjadi jauh lebih baik dibanding dengan system pendidikan sebelumnya. Hal ini seperti yang dikemukan oleh seorang pengamat hokum dan pendidikan, Frans Hendrawinata[ii] beliau mengatakan bahwa dengan adanya undang-undang sistem pendidikan nasional yang baru, maka diharapkan undang-undang tersebut dapat menjadi pedoman bagi kita untuk memiliki suatu sistem pendidikan nasional yang mantap, yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya manusia yang berkualitas. Apalagi mengingat semakin dekatnya era keterbukaan pasar. Hal tersebut sesungguhnya harus menjadi kekhawatiran bagi kita semua mengingat kualitas sumber daya manusia di Indonesia berada di bawah negara-negara lain termasuk negara-negara tetangga di Asean. Oleh sebab itulah diperlukan suatu platform berupa sistem pendidikan nasional yang dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia internasional khususnya dalam era keterbukaan pasar saat ini.

B. Analisis

Saat kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS  Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah pada pembentukan Ahlaq dan budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang tidak bermoral. Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal khusus yang mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal 28 Ayat 2 yang menyatakan, “Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan”. Padahal dalam UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan, 1) Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut; 2) Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama

Di sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga pendidikan Islam dimana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya karena dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus pelajaran agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran. Secara operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan “SD/SMP”. Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs. Sementara tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK MenDepartemen Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri khas agama Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama Islamnya)[iii]

Sementara saat akan diundangkannya RUU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 terjadi juga kontroversi dimana RUU ini dianggap oleh  Kelompok tertentu sebagai RUU yang  sangat tidak pluralis. Yang dianggap paling kontroversial adalah Pasal 13 ayat 1a yang berbunyi: “Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.

Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa visi dan misi pendidikan nasional sangat terfokus pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia. Konsep itu mengesampingkan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional dipersempit secara substansial. Padahal tugas untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan adalah tugas lembaga keagamaan dan masyarakat, bukan lembaga pendidikan.

Mereka yang menentang umumnya datang dari kalangan lembaga-lembaga pendidikan swasta non-Islam, sedangkan yang mendukung adalah dari kelompok penyelenggara pendidikan Islam. Hal yang ditentang adalah yang menyangkut keharusan sekolah-sekolah swasta menyediakan guru agama yang seagama dengan peserta didik. Pasal ini menimbulkan konsekuensi biaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan baik Kristen maupun Islam. Karena mereka harus merekrut guru-guru agama sesuai dengan keragaman agama anak didiknya.

Pasal ini sangat adil. Sebab, sekolah-sekolah non-Islam dan Islam dikenai kewajiban yang sama. Sekolah-sekolah Islam menyediakan guru agama dari non-Islam, sebaliknya sekolah-sekolah non-Islam menyediakan guru-guru agama Islam. Hanya realitasnya adalah banyaknya anak-anak dari keluarga Islam yang bersekolah di sekolah non-Islam. Sementara itu anak-anak dari keluarga non-Islam sedikit sekali – untuk tidak menyatakan tidak ada – yang bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan yang berwatak Islam.

Konsekuensinya, beban anggaran sekolah-sekolah non-Islam untuk menyediakan guru-guru agama Islam lebih besar daripada anggaran sekolah-sekolah swasta Islam untuk menggaji guru-guru agama lain. Padahal UU itu cukup adil. Masalah itu bisa terjawab manakala pemerintah menyediakan dan menanggung gaji guru-guru agama itu. Atau beban itu diserahkan sepenuhnya ke orang tua anak didik, bukan lembaga pendidikan. Jika ini tidak diatasi, akan menimbulkan bahaya besar. Sekolah-sekolah swasta baik Islam maupun non-Islam karena keterbatasan anggaran lalu membatasi jumlah anak didik yang berbeda agama.

Departemen Agama (Depag) sudah mengantisipasi dengan menyediakan tenaga guru-guru agama bila RUU Sisdiknas ini disahkan. Jadi, sebetulnya tidak masalah dan mengkhawatirkan soal tenaga guru untuk memenuhi tenaga pengajar di sekolah-sekolah non-Islam.

Lain halnya jika dalam memaknai dan memahami pasal 13 RUU Sisdiknas, semula kalangan dari penyelenggara negara sampai lembaga-lembaga pendidikan keagamaan masih terjebak pada kecurigaan-kecurigaan isu agama seperti adanya islamisasi dan seterusnya yang semestinya sudah lama dihilangkan.

Jika kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.

Banyak sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, diantaranya :

  1. Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan  nilai-nilai Al Quran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
  2. Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
  3. Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
  4. Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30).
  5. Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37).

C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perubahan UUSPN No 2/89 menjadi UUSISDIKNAS No 20/2001.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dirubahnya UUSPN No 2/89 menjadi    UUSISDIKNAS No 20 Tahun 2003 diantaranya adalah :

  1. UUSPN No. 2 Tahun 1989  masih bersifat sentralistik
  2. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih belum bermutu, kemudian sesuai tuntutan dalam UUSISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dibuatlah Standar Nasional Pendidikan
  3. UUSPN No. 2 Tahun 1989 belum mengarah pada pendidikan untuk semua
  4. Belum Mengarah pada pendidikan seumur hidup
  5. Pendidikan belum link and match dengan dunia usaha dan dunia kerja.
  6. Belum menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.

D. Penutup

Selama tidak ada keinginan dan tidak memiliki prinsip bahwa hari ini harus jauh lebih baik dari hari kemarin maka sehebat apapun undang-undang yang dibuat tetapi tidak meiliki keinginan untuk memperaktekannya di lapangan, maka undang-undang tersebut hanya bagaikan guru di atas kertas tetapi menjadi tikus pada tataran realita.

DAFTAR BACAAN

  1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 1989
  2. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003
  1. Husni Rahim, Pengakuan madrasah sebagai sekolah umum (berciri khas Islam) dalam http://pendis.depag.go.id
  1. Eko Budi Harsono, RUU Sistem Pendidikan Nasional dan Jebakan Isu Agama

dalam http://www.suarapembaruan.com


[i] Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan Islam

[ii] Eko Budi Harsono dalam http://www.suarapembaruan.com/News/2004/01/10/Kesra/ke02.htm

[iii] Husni Rahim dalam http://pendis.depag.go.id/madrasah/Insidex.php?i_367=at02100020

36 Tanggapan to “UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL”

  1. Trims infonya, masukan yang berharga!

    Suka

  2. […] Read the original: UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL « Farhansyaddad weblog […]

    Suka

  3. sultan said

    Pucuk dicinta ulampun tiba
    cari artikel ini alhamdulilah akhirnya dapat juga
    tks infonya

    Suka

  4. Alrisblog said

    Info bagus, nambah ilmu. Sukses selalu.
    http://pakosu.wordpress.com/

    Suka

  5. Baru sempat mampir nih!
    Liat-liat dulu….
    Situsnya bagus nih!
    apalagi kalau disuguhi makan!
    hehehehehhehehe
    Kunjungan balik ya sob, ini blog saya
    http://artibelajarmengajar.blogspot.com
    Salam kenal….

    Suka

  6. Ramdhan said

    kunjungan perdana… info ygg bermanfaat

    Suka

  7. muahamad willy said

    sip! bagus sekali

    Suka

  8. nanda said

    makasih infonya gan,,
    literatur tugas kul ne

    Suka

  9. andre said

    mantap bgt infonya
    nambah wawasan bgt

    Suka

  10. rago said

    tolong donk minta UUD sistem pendidikan nasional yang membahas tentang kedisiplinan belajar?

    Suka

  11. abifasya said

    Insya Allah, tapi minta emailnya yang jelas … ❓ ❓

    Suka

  12. thx for sharing mas…. ijin save to pdf dolo….. kabetulan saya lagi tempuh pendidikan guru… 🙂

    Suka

  13. bener pak, sehebat apapun undang-undang yang dibuat tetapi tidak meiliki keinginan untuk memperaktekannya di lapangan, akan nihil hasilnya.. kesannya kita masih berkutat di ranah normatif..

    Suka

  14. shantii said

    mohon informasi apakah sudah ada undang-undang terbaru mengenai sistem pendidikan nasional? terima kasih.. 🙂

    Suka

  15. Sukron, Blog yang bapak sediakan tentang UU ini membantu melengkapi makalah saya. semoga sukses dan semangat selalu !

    Suka

  16. Muhammad Ali said

    ini lah yang namanya belajar agar dapat bermamfaat bagi orang lain

    Suka

  17. ass… ada tidak sekarang ini uu sistem pendidikan nasioanla yang baru, selain thn 2003

    Suka

  18. syarif faisal said

    makasih info nya jadi bisa bermanfaat yang bapa berikann…suksess

    Suka

  19. bu in said

    Matur tengkyu artikelnya, mohon ijin untuk menggunakan sebagian sebagai bahan tulisan….

    Suka

  20. […] UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003)[i] […]

    Suka

  21. budiharjo said

    sy mengkopy boleh ga

    Suka

  22. Terimakasi Pa,sangat membantu, memahami kembali asal muasal sisdiknas.

    Suka

  23. Dicky UNJ said

    Trimakasih, semoga bisa bermanfaat untuk orang banyak 🙂

    Suka

  24. v3n said

    sangat membantu dan bermanfaat, trmksih banyak 🙂

    Suka

  25. gunghofur said

    Reblogged this on gunghofur.

    Suka

  26. parfum said

    menanggapi ini memang perlu di tekankan lagi soal pendidikan di negri ini.

    Suka

  27. 100

    Suka

  28. Semoga pendidikan negeri ini semakin berkembang dan maju pesat………..

    Suka

  29. rahmadisa najla said

    boleh copy kak ? 🙂

    Suka

  30. abifasya said

    silahkan dengan senag hati

    Suka

Tinggalkan komentar